Pages

Tuesday, August 30, 2011

Sahabatku = Kakak iparku? (Part 1)

Aku baru menyadarinya. Menyadari perubahan-perubahan dalam dirinya. Aku merasa bodoh. Kenapa aku baru menyadarinya? Aku bahkan berpikir aku sudah tidak layak lagi disebut sahabatnya. Memangnya ada sahabat yang baru menyadari bahwa sahabatnya sangat tersiksa dengan cintanya yang bertepuk sebelah tangan, setelah sekian lama mengira bahwa sahabatnya itu hanya sedang bertengkar dengan adiknya seperti biasa.

Aku sekarang merasa sangat tolol. Bagaimana mungkin ia sering melamun dan memasang muka sedih jika hanya karena bertengkar dengan adiknya? Aku bukan baru saja mengenalnya. Biasanya, setelah dia bertengkar dengan adiknya, dia hanya membutuhkan waktu kurang dari seperempat jam untuk menenangkan dirinya sendiri dan menjadi riang kembali.

Mary. Itulah nama sahabatku. Namanya sangat manis, namun kepribadiannya sangat bertolak belakang dengan namanya. Dia adalah seseorang yang tomboi. Rambut ikalnya yang pendek tidak pernah disisir. Tidak pernah menyentuh yang namanya bedak, apalagi blush on atau eyeliner. Bahkan ia tidak punya rok selain rok sekolahnya. Setidaknya itu yang aku tahu selama ini. Sebelum dia merasakan yang namanya cinta.

Kini dia sedikit berbeda. Aku pernah sesekali memergokinya sedang memakai bedak di toilet sekolah. Saat itu Mary terlihat gugup. Aku masih ingat dia berkata bahwa bedak itu digunakannya untuk menutupi pipinya yang lebam karena tidak sengaja tertendang temannya saat latihan karate. Bodohnya aku, walaupun aku tidak melihat sedikitpun lebam di mukanya, aku tidak bertanya apapun lagi. Aku hanya menganggap mungkin lebamnya sudah hampir sembuh.

Hingga akhirnya aku melihat Mary salah tingkah ketika seseorang berjalan melewatinya, persis di depannya. Walaupun orang itu tidak menoleh ke arahnya, apalagi menyapanya, aku melihat Mary tersenyum senyum sendiri. Wajahnya memerah. Saat itulah aku menyadari bahwa dia sedang jatuh cinta, sayangnya tidak pada orang yang tepat. Setomboi-tomboinya gadis, ia tetaplah gadis. Sangat tidak mustahil jika seorang gadis (tomboi) menyukai seorang laki-laki. Ya kan?

Aku baru paham kenapa ia tidak bercerita tentang perasaannya padaku. Dia malu. Dia juga belum percaya dan belum mau mengakui dia bisa jatuh cinta kepada orang itu.

Karena orang yang dicintainya adalah kakakku sendiri.

Aku tahu bahwa selama ini tidak pernah terlintas kata "cinta" di otak kakakku. Dia lebih menyukai kesendiriannya bersama buku-buku tebal, atau bersama komputer kesayangannya. Bahkan gadis-gadis yang pernah mendekatinya kini sudah menyerah menaklukan hati kakakku itu. Aku pasti tidak tega jika Mary harus mengalami hal serupa dengan gadis-gadis itu. Walaupun aku tahu, Mary pasti sudah sedikit merasakan rasa sakit itu.

Aku harus melakukan sesuatu. Untuk membuat sahabatku bahagia, juga untuk menebus ketololanku itu.

Saturday, August 27, 2011

Cinta di Atas Awan

Novel ini kubeli bersamaan dengan My Lovely Gangster dan Forefer Mine. Awalnya, aku ke toko buku cuma buat beli My Lovely Gangster dan Forever Mine. Tapi, waktu nyari-nyari My Lovely Gangster, aku lihat novel ini.

Entah kenapa aku tersihir dengan covernya yang konsepnya manis, menurutku, dengan gambar pesawat kertas pink di tengah-tengah awan berbentuk hati. Langsung saja kubaca sinopsisnya. Cukup menarik. Dan itu yang membuat novel ini berhasil menuh-menuhin tas belanjaan bukuku.
Di antara 3 novel yang kubeli itu, Novel inilah yang ingin kubaca pertama kali. Dan kesanku setelah membacanya: Manis. Semanis konsep covernya. :)

Berikut sinopsisnya:
"Siapa kau? Aku tidak pernah mengenalmu seumur hidupku."
Sebuah palu godam menghantam dadaku dan siap menghancurkan isinya saat aku mendengar kata itu terucap jelas dari bibirmu, orang yang sangat kucintai.

Saat aku percaya kau tercipta hanya untukku, saat aku yakin kaulah pemilik samudera hidup, saat itu pula kau menghancurkannya.
Boleh saja kau mengikari semua yang pernah terjadi. Namun, ingatlah langit biru dan awan itu tak akan pernah lupa menjadi saksi berseminya cinta kita.

Novel ini bercerita tentang seorang pramugari cantik bernama Karina. Di tengah-tengah pekerjaannya, ia bertemu dengan seorang pria bernama Jimmy. Mereka saling jatuh cinta dan akhirnya menjadi sepasang kekasih. Walaupun mereka membina long distance relationship, mereka yakin bahwa mereka akan selalu merindukan dan mencintai satu sama lain.

Tapi, kebahagiaan Karina tidak berlangsung lama. Karina divonis memiliki kelainan pada tulang punggungnya akibat kejatuhan guci waktu kecil. Tulang punggung di bagian pinggangnya bergeser dan mendesak rahimnya. Ia harus menjalani operasi yang sangat mahal jika ingin rasa nyeri di punggungnya sembuh dan bisa mempunyai anak.

Karina lega setelah menceritakan penyakitnya itu pada Jimmy, dan kekasihnya itu berkata bahwa dia akan tetap, dengan atau tanpa anak sekalipun.

Namun, masalah Karina tidak sampai di situ saja. Ia ditipu oleh seorang wanita dan menyebabkannya menjadi pecandu narkoba. *Sempet gregetan juga nih gara-gara si Karina begitu percaya dengan orang itu, bukannya dengan dokter yang lebih ahli.
Masih bisakah Jimmy mencintai Karina yang sudah menjadi pecandu narkoba? Atau ada orang lain di masa lalu Karina yang bisa mencintainya dalam kondisi apapun?
Lihat lebih lanjut di novel ini ~ :p

Aku suka ending novel ini. Mungkin karena aku memang gak begitu suka sama tokoh Jimmy. Kalau aku jadi Karina, aku gak bakal buang-buang waktuku buat nemuin orang yang jelas-jelas meninggalkanku.

Setting di novel ini berubah-ubah, sesuai dengan pekerjaan Karina sebagai pramugari, Jimmy sebagai staf IT yang dimutasi ke Thailand, dan Alvin -kamu akan tau siapa dia nantinya- sebagai penggemar traveling. Dari Singapura, Thailand, Jepang, sampai balik ke Indonesia, sang penulis mendiskripsikan beberapa keistimewaan di negara-negara tersebut, termasuk culture yang unik (terutama yang di Thailand :D), sehingga membuat pembaca nggak bosen dan bisa merasakan suasana di negara-negara itu. (Atau emang dasarnya aku suka novel bersetting luar negri)
Membaca novel ini makin membuatku ingin berlibur ke luar negri. Dari yang deket, Singapura, sampai yang jauh. Selain itu, aku juga jadi pengin ngrasain naik pesawat. #derita-anak-16-tahun-yang-belum-pernah-naik-pesawat-sama-sekali.  Hiks :'(  ... *curcol mode on... :p

Secara keseluruhan, novel ini bagus. Dari cover maupun isinya.
Namun, meski aku suka konsep cover yang manis ini, aku kurang sreg dengan gambar benang tipis di cover. Kalau menurutku, gambar benang tipis itu dihilangkan saja. Covernya masih bagus kok walau gak ada benang itu. Hehe...
Oya, tulisan judul di cover menurutku lebih baik jika diberi warna senada dengan backgroundnya, seperti biru atau hijau. Kalaupun mau diberi warna pink, sebaiknya dipilih warna soft pink, bukan pink yang mencolok seperti itu.

Udahan ah ngritik covernya.... Covernya dah manis kok... *walaupun lebih manis lagi jika mengikuti saranku :p

Pokoknya, novel ini gak mengecewakan, enak dibaca, dan bisa mengajarkan kita bahwa cinta itu memberi dan menerima. :")

3,5 bintang untuk Glenn Alexei :D

Friday, August 26, 2011

Till the sunrise comes...

trees in the night sky by ~americannightmare96 on deviantART

Aku berjalan di bawah sinar rembulan
Angin malam perlahan membelai wajahku
Memberikan sensasi dingin yang menggetarkan hati

Di kesunyian malam ini
Ku memandang bintang yang bertaburan di langit
Sungguh indah kerlap-kerlipnya
Menghiasi lagit malam yang hitam

Suara jangkrik menemani langkahku
Mendendangkan lagu cinta pemecah kesunyian
Menyadarkanku bahwa aku tidak sendirian

Di saat orang yang kucintai sibuk dengan dunianya sendiri
Alam selalu ada menemaniku dengan segala keindahannya

Aku ingin berada di sini sepanjang malam ini
Bersama bintang dan bulan yang setia menemani
Bersama jangkrik yang bernyanyi merdu
Hingga pagi menjelang
Until the sunrise comes...

-Deatara-

Malaikatku...

Sudah bulat tekatku.
Aku harus menemuinya.
Atau aku akan menyesal selamanya.

Di sini kuberada. Berbekal uang 100 ribu, aku menempuh perjalanan dari Semarang ke Jogja. Mungkin kau berpikir aku nekat. Tapi itulah aku. Aku memang nekat. Di hari Minggu ini aku berbohong pada ibuku bahwa aku akan belajar bersama di rumah teman. Tapi kini aku sudah berada puluhan kilometer dari rumahku sendiri. Aku sempat menyesal karena senekat ini. Tapi semuanya sudah terlanjur. Apa boleh buat, kan? Lagi pula, aku akan lebih menyesal jika tidak menemuinya.

Pukul satu siang aku turun dari bis patas di terminal Jombor. Lalu aku naik ojek ke sebuah mall yang dekat dengan tempat dimana aku akan menemuinya. Entah kenapa aku tertarik untuk datang ke mall yang sering dijadikannya tempat berkumpul bersama teman-temannya. Aku pun makan siang di sana dan mencoba bermain video games yang sering ia mainkan. Setelah gagal berkali-kali, akhirnya aku berjalan-jalan tanpa tujuan di mall ini.

Berjalan sendirian di mall seperti ini membuat kenanganku akan dirinya kembali muncul. Sungguh saat-saat yang indah ketika dia ada di sampingku. Menemaniku saat sakit dan dengan riang berbagi cerita bersamaku. Dia adalah malaikatku. Penyelamatku dari tindakan bodoh yang hampir membuatku kehilangan nyawa. Tapi dengan kelakuanku yang bodoh aku  sukses membuatnya kecewa dan pergi dari hadapanku. Meninggalkan kenangan yang terus menghantuiku.

Pukul tiga sore.
Inilah saatnya aku pergi menemuinya. Aku tahu dia akan berada di pensi tahunan sekolahnya. Aku sudah memastikannya berkali-kali, sampai saat ini. Aku melihat status terbarunya di jejaring sosial yang menyatakan ia sudah berada di tempat itu dan sedang mempersiapkan pensi yang akan digelar nanti malam.
Aku berjalan kaki menuju tempat dimana ia berada. Sebentar lagi aku akan bertemu dengannya lagi.

Jantungku mulai berdetak kencang saat aku melihatnya. Dari seberang jalan, aku bisa melihat dia bercakap-cakap dengan seorang temannya.
Oooh... rindunya aku dengan senyum manismu itu...

Saat aku sudah menyeberang jalan, menuju ke arahnya, dia melihatku. Bagaikan melihat setan, mukanya yang ceria tiba-tiba berubah pucat saat menyadari keberadaanku. Ia pun mencoba lari ke kerumunan orang yang mengantri tiket.
Aku berusaha mengejarnya, dan aku berhasil.
Aku menyentuh pundaknya dan dia berhenti.
"Lissa, tolong dengarkan aku," pintaku memohon.
Ia berbalik badan dan menatapku dengan wajah ketakutan. "Mau apa kamu kesini? Belum puas membuatku ketakutan malam itu?"
"Lissa, aku tahu aku salah. Aku terlalu memaksa persaanmu. Aku ke sini hanya untuk minta maaf."
"Sudah kumaafkan," jawabnya ketus.
"Lissa, aku tahu aku ini laki-laki tak tahu diri. Tapi aku jauh-jauh kesini ingin minta maaf padamu secara tulus. Kamu tahu? Wajah kecewamu malam itu terus menghantuiku."
"Itu salahmu sendiri." Ia menatapku dengan mata yang berkaca-kaca menahan tangis.
"Lissa, please, listen to me. I just wanna say sorry. You may hate me, but please... please forgive me." Aku tak tahu lagi berapa banyak kata "please" yang harus kukatakan agar dia mau memaafkanku.
Air matanya jatuh. Lalu ia berlari secepat mungkin ke ruang panitia. Aku sudah tak mungkin mengejarnya lagi. Hari sudah sore. Aku harus pulang.

***

Senja telah tiba. Kulihat mentari perlahan kembali ke peraduannya. Kini, aku sudah duduk di dalam bis patas jurusan Jogja-Semarang. Aku sudah harus tiba di rumah sebelum larut malam.
Kenanganku bersama Lissa tak akan kulupakan. Dia tetap malaikatku, walaupun belum bisa memaafkanku. Dia adalah seorang malaikat yang membuatku belajar dari kesalahanku.

Walaupun mungkin kini dia belum memaafkanku, setidaknya aku sudah mencoba meminta maaf padanya. Ku hanya bisa berdoa, semoga suatu saat nanti dia bisa memaafkanku. :")

THE END
-Deatara-

Finally!

Yeay, akhirnya jadi bikin blog juga buat ngisi waktu kosong..
hehe..
Semoga blog ini bisa berguna untuk siapa saja  :)
Happy reading~