(cerpenku jaman jadul) ^^
Lusa, anak-anak kelas sembilan A menghadapi ulangan geografi. Semua anak belum belajar kecuali Ciara. Ciara suka dengan pelajaran geografi, wajar saja kerena cita-citanya adalah menjadi staf di BMG. Karena itu, ia ingin mendapatkan nilai yang baik.
Pagi itu, saat Ciara sedang asik membaca buku di bangkunya, seorang perempuan berkata dengan sinis, “Hey, kamu yang sok rajin!” perempuan itu adalah Lucia.
Sontak Ciara kaget lalu mengalihkan pendangannya ke Lucia. Ciara lalu berkata pada Lucia, “Kenapa? Ada yang salah jika aku belajar untuk ulangan geografi?”
“Tidak,” jawab Lucia. “Aku hanya ingin memintamu untuk memberiku sontekan ulangan geografi, dan kamu harus mau.”
“Apa?” tanya Ciara spontan. Ciara tak pernah curang saat ulangan. Ia juga tak rela jika jawabannya dilihat temannya karena itu juga curang menurutnya. Oleh karena itu ia selalu membuat benteng dari alat tulis untuk melindungi jawabannya.
Lucia pun mengulangi ucapannya dengan santai, “Berikan sontekan untukku saat ulangan geografi besok. Kalau kamu tidak mau…” Lucia tak meneruskan kalimatnya.
“Kalau aku tidak mau, kau mau apa?” tanya Ciara penasaran namun takut.
“Kalau tidak mau kamu dan sahabat baikmu, si lemot itu akan dikucilkan oleh seisi kelas ini,” ancam Lucia.
“Jangan panggil sahabatku lemot!” bentak Ciara. “Namanya Natya,” Ciara menambahkan. “Bagaimana kamu melakukan rencanamu itu?”
“Mudah saja. Aku akan memberi mereka uang dan kusuruh mereka menjauhimu. Lagipula kamu kan tak punya teman baik selain Natya si lemot. Siapa sih yang mau berteman dengan orang lemot dan yang sok rajin?” ujar Lucia. Lucia memang anak orang kaya dan ia selalu mendapatkan apa yang ia inginkan, jadi itu semua mungkin.
Mendengar ancaman Lucia, Ciara menjadi takut. Dulu saat masih SD, ia bersama sahabatnya sudah pernah dikucilkan oleh seisi kelas kerenanya. Oleh sebab itu, saat SMP, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tak kan membiarkan sahabatnya ikut sengsara karena ulahnya.
“Oya, jangan beritahukan ini pada siapapun, kalau tidak, awas kamu!” ancam Lucia lagi. Wajah Ciara pun menjadi pucat ketakutan.
Setelah melihat muka Ciara yang menjadi pucat, Lucia tersenyum puas lalu pergi meninggalkan Ciara.
Ancaman dari Lucia membuat Ciara tidak konsentrasi saat pelajaran. Ada guru yang mengira Ciara sedang sakit dan menyuruh Ciara ke UKS, tapi Ciara berkata ia baik-baik saja.
Natya juga bertanya pada Ciara apakah Ciara baik-baik saja. Dan Ciara terpaksa berbohong pada sahabatnya dan mengatakan ia biaik-baik saja.
Sepulang sekolah, Lucia kembali mengingatkan Ciara tentang ancamannya. Itu membuat Ciara makin takut dan gelisah. Ia tak tahu harus berbuat apa.
Siang berganti malam. Malam berganti pagi. Itu artinya ulangan geografi tinggal besok. Rasa takut Ciara semakin tak karuan. Apa yang harus kupilih? Kejujuran atau Pertemanan? Hati Ciara bertanya.
Pelajaran hari ini dilewatkan Ciara tanpa konsentrasi. Yang ada di pikirannya hanyalah dua pilihan yang sulit itu. Sepulang sekolah, Natya menanyakan pada Ciara apakah Ciara sedang punya masalah. Tapi Ciara tak menjawab.
“Ya sudah. Kalau kamu tak mau menceritkannya padaku tak apa-apa,” kata Natya pada sahabatnya itu dan berjalan meninggalkan Ciara.
“Natya!” panggil Ciara sambil berlari mengejar Natya.
“Apa? Kau ingin menceritakan masalahmu padaku?” tanya Natya seolah tahu apa yang ada di dalam kepala Ciara.
“I… iya,” jawab Ciara gugup. Ia takut karena Lucia telah menyuruhnya tutup mulut tentang masalah itu.
“Hm, kalau kamu mau menceritakan masalahmu padaku, jangan gugup begitu. Lagi pula disini sudah lumayan sepi,” kata Natya.
Setelah memastikan Lucia sudah pulang, Ciara menceritakan masalahnya pada Natya. Natya hanya mengangguk-angguk saat mengetahui bahwa masalah itu menyangkut dirinya.
“Lalu, aku harus berbuat apa?” tanya Ciara setelah selesai menceritakan masalahnya pada Natya.
Natya memasang muka heran, lalu bertanya kembali, “Ciara, maaf. Kenapa kamu menanyakan padaku apa yang harus kamu perbuat?”
“Karena kamu sahabatku, dan kamu pasti tahu apa yang kamu perbuat. Lagipula kamu yang telah menyuruhku menceritakan masalahku. Seharusnya kamu beri aku jawaban atas masalahku!” Emosi Ciara naik. “Kalau kamu tak bisa memberikan aku jawaban, lalu aku harus bertanya pada siapa agar yang kuperbuat itu benar?”
“Ciara, setiap pilihan punya resiko,” Natya berkata dengan lembut. “Dan yang bisa menjawabnya…” Natya tak meneruskan kata-katanya karena tiba-tiba handphone-nya berbunyi. Ternyata ia sudah ditunggu supirnya dari tadi.
“Ciara, maaf. Aku sudah harus pulang,” pamit Natya.
“Lalu aku harus bertanya pada siapa?” tanya Ciara memohon jawaban dari Natya.
Natya hanya tersenyum lalu ia menunjuk Ciara. Setelah itu Natya berlari meninggalkan Ciara.
Ciara kebingungan. Ia sempat menoleh ke belakang. Namun tak ada siapa-siapa. Berarti yang ditunjuk Natya memang dirinya. Mengapa aku yang bertanya, tapi aku yang menjawabnya? Tanya Ciara dalam hati.
AKU SUKA CERPENMU YANG INI, meski pun simple tapi endingnya penuh arti... biarlah pembaca yang membaca dan menjawabnya sendiri. hmmm.... like it so much... baca juga dunk cerpen2 koko, hehehe... kunjungi ya? www.poe-edyson.blogspot.com thx so much... lam kenal^.^
ReplyDeletemakasih... :)
ReplyDeletelam kenal juga... ^^