Dear you, yang telah memberiku sebuah kenangan di bawah hujan,
Masih ingatkah kau akan kenangan itu?
Hm... mungkin tidak...
Itu hanyalah peristiwa kecil.
Kala itu, kita berjalan bersama, di bawah payung bewarna biru laut milikmu. Hanya berjalan, hingga sampai ke halte bus. Kemudian aku mengucapkan terima kasih karena telah mengantarku ke halte bus.
Ya. itu memang hanya peristiwa kecil, tak lebih dari 5 menit.
Tapi bagiku, peristiwa itu sangat berarti, karena dari sanalah tumbuh benih-benih cinta dalam hatiku.
Dear you, yang selalu membiusku dengan mata abu-abumu,
Tak tahukah kamu, bahwa aku selalu memperhatikanmu?
Aku selalu mengingatmu dengan jelas:
Rambutmu yang terlihat kemerahan di bawah terik matahari, alismu yang tegas, rahangmu yang kokoh, bibirmu yang tipis, kulitmu yang kekuningan, badanmu yang tegap, dan mata abu-abumu yang selalu terlihat bersinar di kala kau bahagia.
Hari demi hari, kau makin terlihat sempurna bagiku.
Dear you, yang membuatku menyukai apa yang kubenci.
Aku merasa, kau begitu menikmati hidup ini. Kau begitu apa adanya, tak pernah jaim sekalipun. Dan mungkin itulah yang membuatmu selalu terlihat bahagia.
Kau selalu memandang sesuatu dari sisi yang berbeda. Kau menemukan apa yang orang biasa tidak bisa menemukannya. Kau membuat sesuatu yang biasa menjadi luar biasa.
Mengagumimu, membuatku ingin tahu segalanya tentangmu. Dan dari hari ke hari, kau membuatku menyukai apa yang kau sukai, termasuk apa yang selama ini kubenci.
Dear you, yang menganggapku seperti angin lalu.
Setelah peristiwa itu, tak sekalipun kau menyapaku. Aku bahkan ragu apakah kau mengetahui namaku. Kau menjalani hari-harimu seperti hari-hari sebelumnya: tanpa aku.
Apa aku ini transparan? Aku memang bukan seorang gadis yang cantik, pun bukan yang pintar. Aku tahu, aku tak pantas bersanding denganmu, orang yang hampir sempurna.
Dear you, yang telah kutunggu selama 3 tahun,
Selama itulah kau sudah bersarang dalam hati dan pikiranku. Selama itulah aku selalu ingin mencoba mendekatimu. Aku ingin menyapamu, dan berharap kau akan menyapaku balik. Tapi selama itu juga aku tak pernah melakukannya, karena aku takut kau akan menjauhiku setelah tahu perasaanku.
Hari ini tepat tiga tahun semenjak peristiwa hujan itu. Sampai sekarang, aku masih menunggumu. Sudah berkali-kali aku merasa lelah akan penantian yang mungkin sia-sia ini. Aku sudah mencoba untuk melupakanmu dan membuka hatiku pada cinta yang lain. Tapi, bagaimana aku bisa melupakanmu jika setiap waktu kau selalu memabukkanku dengan bayang-bayangmu?
Seandainya aku tahu harus berapa lama aku menunggu. Satu bulan? Dua bulan? Tiga bulan? Satu tahun pun akan ku lakukan. Apalah arti satu tahun dibandingkan dengan tiga tahun ini?
Harus sampai kapan aku menunggumu sampai kau bisa membuka matamu dan melihatku?
Dear you, my first love,
Kau membuatku selalu bertanya:
Why do I still keep wanting you, although I know that you'll never "see" me...?
No comments:
Post a Comment