Pages

Wednesday, December 14, 2011

Chef Choi's diary eps. 2 part 1

Lampu berubah menjadi merah. Mobil-mobil berjalan di sekitar kami -- aku dan Ikan Mas -- tapi kami tak peduli.

Ikan Mas bertanya kepadaku apakah aku mengajaknya berkencan karena merasa bersalah telah memecatnya. Aku menjawabnya dengan mudah, "Aku sama sekali tidak menyesal". Lalu aku menjelaskannya, "Tidak ada wanita di dapurku. Kau tidak dapat bekerja di dapurku."

Lampu berubah menjadi hijau lagi. Rasanya aku ingin sekali menggandeng tangannya, tetapi dia menyingkirkan tanganku dan entah kenapa karenanya aku jadi merasa begitu kecewa.

Rasanya, mulutku tidak terkoordinasi baik dengan hatiku. Aku justru berkata padanya untuk melakukan saja semaunya dan aku tidak peduli dengan wanita yang tidak menyukaiku.
Setelah aku mengatakannya, aku berjalan pergi tanpa menoleh. Aku sudah tidak ingin mendengar kata-kata darinya.

***

Paginya, aku sampai di La Sfera dengan mood yang bagus.
Aku masuk ke dapur aku memandangi ikan mas -- secara denotatif  -- dan berbicara dengan mereka (aku tidak peduli kau akan menganggapku gila atau apa).


Setelah meminum kopi sejenak di ruanganku, aku beranjak ke loker. Aku tertarik untuk melepas nama-nama wanita dari loker-loker itu. Sesampainya di locker milik Ikan Mas, aku membentuk tanganku menjadi seperti pistol, dan "Puufh~," aku menembaknya sebelum melepas namanya.


Aku kaget sekali menemukan seseorang dalam lokerku. Dan itu adalah Ikan Mas! Dia tertidur dengan bau minuman keras.

Ikan Mas terbangun. Kami saling menatap kebingungan.
Ikan Mas: Kau pagi sekali.
Aku: Bukankah kau lebih pagi?
Lalu Ikan Mas menjelaskan bahwa dirinya tidak pulang ke rumah. Katanya, jika dia pulang, dia tidak punya keberanian untuk kembali.
Dan dia menggumam bahwa lokerku nyaman, besar, enak, dan hangat -- berkebalikan denganku.
Ia juga berkata, dia tidak akan berhenti dan akan terus bekerja di La Sfera. Ia sudah bekerja di sana selama tiga tahun sebelum akhirnya punya kesempatan untuk memasak.

Aku lalu memberitahunya bahwa ia benar-benar seperti ikan mas sebelum aku mengusirnya dari lokerku.
Tapi kakinya malah kram, membuatku terpaksa memijatnya. Aku masih ingat kata-kata yang ia ucapkan dengan memelas, "Aku ingin membuat pasta."
Sejujurnya, aku sedikit tersentuh dengan kata-katanya itu. Tetapi yang keluar dari mulutku hanyalah kata-kata yang kasar. Aku mengusirnya dari lokerku.

***

Aku lihat Ikan Mas tetap ngotot ingin bekerja. Ia berada bersama para koki yang lain saat meeting staf. Aku tidak mengusirnya, tetapi juga tidak menganggapnya ada. Betapa mengganggunya dia!

Aku mengubah menu hari ini. Tapi aku bisa merasakan para koki itu tidak bekerja dengan senang. Akhirnya, sesi makan siang kacau. Aku tak bisa mengendalikan kesabaranku dan berteriak sendiri. Sungguh gila aku saat itu!

Tak lama kemudian, aku mendapat ide bagus. Aku keluar ke ruang makan dan menghampiri tiga pemuda yang telah lama kukenal. Aku menyuruh mereka untuk menggantikan posisi ke-3 wanita yang telah kupecat.

No comments:

Post a Comment